Oleh: Medio Yulistio, SE
Nama aslinya adalah Badra Mandrawata. Demi membalas kematian ayahnya, Barda Mandrawata terpaksa membutakan kedua matanya untuk dapat mengalahkan Mata Malaikat, penjahat buta yang sakti mandraguna. Barda kemudian dikenal sebagai pendekar perkasa dan legendaris, Si Buta dari Gua Hantu. Di dalam kisahnya, Si Buta adalah seorang petualang, berkelana ke berbagai pelosok nusantara ditemani oleh Wanara, monyetnya yang setia.
Komik yang dikarang oleh Ganes T.H ini sangat apik. Selain masalah roman percintaan, dendam, persahabatan, dan pengembaraan, kisah ini selalu menampilkan sisi heroik dari setiap penindasan yang terjadi. Dan bagi penikmat komiknya atau melalui film yang ditayangkan, sebagai pengelana yang penyendiri, si Buta meng-ilhami sisi kepahlawanan bagi banyak penggemar.
Banyak kisah perjalanannya dinusantara yang penuh dengan konflik dilematik kebatinan, salah satunya dengan sub judul "Neraka Perut Bumi", kejadiannya di Kalimantan dimana si Buta melawan tuan tanah bernama Karana - yang mengeksploitasi emas. Karana memiliki tangan kanannya bernama Lanimbu - ahli sihir suku Dayak, tapi kemudian bertobat karena welas asih si Buta. Disini si Buta bertemu gadis cilik bernama Mandrawati, anak Marni, mantan kekasih si Buta. Hati si Buta goyah karena mengingat sang Marni. Dimana Marni sendiri sudah menikah dengan Sapu Jagat.
Pernikahan Marni bersama Sapu Jagat masuk dalam sekuel cerita di Banten dengan serial asal mula Si Buta Dari Gua Hantu, dimana awal mulanya ia membutakan diri lalu mempelajari ilmu membedakan suara yang digunakannya untuk membalas dendam kepada pembunuh ayahnya si Mata Malaikat (Sumber majalah TEMPO).
Dalam bagian kisah ini si Buta harus memilih antara cinta dari masa lalu - atau tetap mendahulukan kepentingan orang tertindas. Dan akhirnya dia tetap memilih pada kepentingan orang banyak dalam menumpas kebatilan.
Si Buta Dari Gua Hantu
Ada pesan moral yang dapat ditangkap dari banyaknya kisah si Buta. Salah satunya adalah pentingnya membentuk hati sebagai pusat "penglihatan" - ia membutakan diri untuk sebuah kemampuan melihat esensi dari setiap hal dari sisi yang berbeda - sebab mata seringkali menipu kita dengan berbagai macam tipu muslihat - apa yang kita pandang bukanlah sebuah kebenaran - dan bukanlah merupakan tujuan hakiki dalam kehidupan.
Menurut Ibnu At-Thoilah manusia mempunyai dua mata, yaitu mata Zahiriyah dan mata batin, mata Zahir berfungsi untuk melihat hal-hal yang sifatnya fisik,sedangkan mata batin berguna untuk melihat hal-hal metafisik. Mata Zahiriyah termasuk dalam susunan tubuh manusia. Mata hati adalah mata yang terdapat dalam hati, hati disini bukan hati segumpal daging yang ada di tubuh manusia, hati disini bersifat metafisik yang tidak bisa di uraikan secara fisik, hati dan mata hati termasuk dalam hal-hal perkara gaib Ibnu At-Thoilah mengistilahkannya dengan Latifah Rabbaniayah atau hal-hal yang menjadi rahasia Tuhan.
Mata hati berfungsi untuk melihat perkara-perkara yang ghaib atau perkara yang tidak bisa di uraikan dengan fisik. Mata hati di istilahkan oleh Ibnu At-Thoilah dengan Bashiroh. Apabila mata hati sehat maka ia bisa melihat keagungan Tuhan dan bisa mendekatkan hati dengan Tuhan, mata Zahir berguna untuk melihat fakta sedang mata batin melihat makna di balik fakta (Sopyan Kamal).
Begitu pentingnya mata hati sebagai puncak dari kekuatan (lima) panca indera yang kita miliki. Hati menjadi penentu antara sesuatu yang bersifat benar - layak - atau sepatutnya. Sehingga imam Al- Ghazali membuat buku yang berjudul Mukasyafatul Qulub atau “Rahasia Ketajaman Mata Hati”, sebuah buku yang merefleksikan kehidupan kita seutuhnya agar dapat mengasah mata hati untuk dapat digunakan sebagai senjata utama dalam menatap kehidupan yang fana.
Si Buta dari goa hantu adalah pahlawan yang kita rindukan dalam kehidupan nyata. Seseorang yang mampu melepaskan pernak-pernik dunia untuk berjalan dalam pengabdian kepada manusia lainnya. Kisah-kisahnya menjunjung tinggi kemurnian dalam entitas kemanusiaan.
Di kehidupannya si Buta telah menghilangkan subjektifitas dari wujud - rupa - dan fisik sebagai akibat dari penglihatannya. Ia menilai dari apa yang tersirat - bukan yang tersurat - apalagi yang tercitrakan. Dia-pun tak mendambakan tepuk eluh dari simpatisan ataupun pendukungnya dengan simbol-simbol penghargaan atas yang diperbuatnya. Tanpa stiker, umbul-umbul, baliho - ia datang disaat yang lemah sedang membutuhkan - dan dia kembali menghilang ketika tugas kemanusiannya telah selesai - selalu seperti itu.
Si Buta "bertuhan" pada keyakinan atas - yang kuat agar melindungi yang lemah - yang mampu menolong orang yang tidak mampu - dan orang yang memiliki kelebihan agar dapat memberi kepada yang berkekurangan. Dan dia tidak butuh "agama" dalam melakukan kewajiban kemanusiannya.
Selain itu dalam kisah heroik ini ada pesan yang kerap disampaikan untuk kita semua; kebatilan bisa saja menang, tapi ia tidak akan bertahan lama.
Narasi diambil dari akun resmi facebook penulis.
Penulis adalah Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bebgkulu. Sempat menjadi Ketua umum HMI Cabang Bengkulu Tahun 2008-2009 Kemudian melanjutkan proses perkaderan di Hmi menjadi salah seorang pengurus (Pengurus Besar "PB" HMI) Tahun 2009-2012
No comments:
Post a Comment